Senin, 06 September 2010

Ma Yan part 1

DATARN YANG DAHAGA part 2


Para petani tradisional dengan keterbatasan pengetahuan dan takhnik bertani apa adanya,adalah korban pertama anomali musim dan kerusakan lingkungan secara global.Ketergantungan mereka pada alam,yang tak lagi bersahabat,seakan mempermainkan dsan menelantarkan hidup para petani ini.Beberapa dari mereka mencoba beralih ke kokta mencari peruntungan lain.Namun,mereka akan menjadi pendatang yang gamang dan keadaan akan menempatkan mereka sebagai pekerja pada bidang-bidang yang tidak diinginkan kebanyakan masyarakat kota.Kesempatan-kesempatan yang tersedia bagi mereka hanyalah peluang-peluang tersisa yang tidak dikehendaki kaum urban.Dan jadilah tuntutan hidup memaksa para petani ini bersedia diesploitasi para pemilik modal,dipinggirkan dan direndahkan oleh sesama yang merasa memiliki kemampuan lebih.
Tak terhindarkan,dari merekalah terlahir generasi yang bisa jadi terkorbankan,karena terisolasi dari akses untuk mendapatkan pendidikan yang memadai.Generasi yang terjerat kemiskinan,beberapa di antaranya teradang genderr untuk menembus jenjang pendidikan yang layak.selayaknya,negara bertanggung jawab atas pendidikan warganya,paling tidak ghingga para warga belia ini berumur 9 tahun.Namun,kenyataannya seringkali pemerintah-oleh berbagai kendala dan alasan-tak menjangkau kebutuhan dasar ini dan membuat warga belia,anak-anak ini dahaga pendidikan dan menjadi generasi terkorbankan.
Bukan hal  baru bahwa di banyak negara anggaran pendidikan cenderung mini bahkan dikorupsi.Peningkatan anggaran pendidikan selalu kalah cepat dibandingkan anggaran pertahanan keamanan atau bahkan anggaran membangun sarana-sarana olahraga demi keberhasilan menjadi tuan rumah Olimpiade.
Maka kewajiban negara untuk mencerdaskan rakyat,khususnya bagi para petani terpinggirkan ini,hanya menjadi janji-janji yang tak terpenuhi dan anak-anak tak memiliki kemampuan untuk menuntut pelunasan janji terutang itu.Demikianlah disintegrasi sistem pendidikan telah terjadi dan berpotensi menambah jumlah anak putus sekolah.
Namun pemerintah tak  gentar dan tetap melaju dengan program-program prioritas di luar pendidikan.Bahkan secara sistematis memanipulasi sebuah peristiwa tragis karena meledaknya sebuah sekolah dasar di Desa Fanglin Provinsi Jiangxi pada Maret 2001. Ledakan itu menewaskan 38 anak dan 4 guru.Para korban itu bukan sedang belajar mengajar,melainkan sedang membuat kembang api untuk dijual demi membayar gaji para guru,yang tertunggak secara tetap karena tak cukup dana dari pemerintah.Tangan-tangan mungil ytang semestinya memegang pensil dan buku,harus meracik bahan peledak dalam komposisi kembang api.Anak-anak menyukai pijar kembang api,yang sering sekali dinyalakan untuk perayaan kegembiraan.Namun,kembang api yang sama tidak sekedar berpijar,tetapi membawa serta anak-anak dalam ledakannya

BERSAMBUNG

*dari buku Ma Yan pengarang oleh :Sanie B.Kuncoro penerbit : BENTANG

*me: sorry partnya jadi banyak :p Udah mau buka nih!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read First and please respect

Arsip Blog

LIZLEMAGAZINE